Rabu, 11 Juli 2012


Kisah berawal dari 11 anak Belitong yang tergabung dalam “Laskar Pelangi”, cerita yang di buat oleh Andrea Hirata yang melukiskan kehidupan anak-anak pedalaman Belitong. Dengan wilayah Belitong yang memiliki hasil tambang melimpah, tetapi dalam kenyataannya mereka masih hidup miskin. Dengan keadaan yang seperti inilah, ternyata anak-anak Belitong tersebut memiliki semangat juang yang luar biasa untuk melakukan perubahan yang besar terhadap nasib mereka melalui jalur sekolah. Walaupun sebenarnya orang tua mereka lebih suka jika mereka membantu pekerjaan orang tua dibanding sekolah yang belum jelas masa depannya.
Di sebuah sekolah Muhhammadiyah dikampung yang terancam tutup jika muridnya kurang. Tetapi anak-anak itu berhasil menyelamatkan masa depan pendidikan yang hampir redup digilas ekonomi. Dari ank-anak itu yang paling menonjol adalah Lintang dan Mahar. Lintang jenius dibidang eksakta, sedangkan Mahar pandai dibidang seni budaya. Lintang memiliki semangat juang yang tinggi dalam mendapatkan ilmu. Ia rela menempuh perjalanan berpuluh-puluh kilo meter. Bila ada halangan, itu tak menjadikan masalah bagi dirinya yang penting ia bisa menyanyikan lagu “Padamu Negri” diakhir jam pelajaran. Kemudian sebuah pohon yang bernama Filicium merupakan saksi drama kehidupan “Laskar Pelangi”. Pohon itu menjadi markas mereka untul membicarakan soal-soal di sekolah dan tempat Lintang memberikan ilmu fisika pada teman-temannya.
Anak-anak itu hidup dalam kebahagiaan dan menyimpan mimpi di hari esok. Tapi  ternyata setelah beberapa tahun kemudian, mereka mengadu nasib yang menentukan kehidupan mereka selanjutnya. Padahal mereka adalah bibit-bibit unggul mutiara bangsa yang seharusnya bisa merasakan kebahagiaan seperti anak-anak lainnya. Hanya karena himpitan ekonomi, mereka harus merelakan kebahagiaan. Mereka terpaksa tunduk dalam gilasan nasib yang semestinya di upayakan oleh pemerintah sebagai pihak untuk memajukan dunia pendidikan.
Keunggulan novel ini adalah mengenai pentingnya dunia pendidikan khususnya sekolah dan moral agama. Novel ini sangat menarik untuk dibaca generasi muda penerus bangsa yang terlena dengan limpahan harta atau ekonomi dan tak mengenal jerih payah untuk menggapai masa depan.
Kelemahan novel ini terletak pada cara mengakhiri cerita. Sebaiknya novel ini di akhiri pada bab 33. Bab 34 Gotik menurut saya membingungkan  sebab penutur “Aku” tiba-tiba berubah menjadi orang lain dan bukan lagi Ikal, yang menjadikan kemubaziran.